Cinta Di
Balik Tirai Jendela
Karya: Deswina
|
M
|
entari seakan memberikan senyum termanis dan
memperlihatkan keperkasaannya pada Via dan keluarganya yang baru saja datang
dari Jogja. Walaupun senyuman itu sedikit berbeda bagi Via, tapi hal itu tidak
memudarkan bintang-bintang yang tertawa di hatinya. Betapa ia merindukan tanah
kelahirannya yang begitu terasa kehangatan kota jalurnya, betapa ia tak sabar
untuk bertemu dengan ibu dan ayahnya sekaligus janji pertemuan hubungan asmara.
Via adalah sosok yang tidak lupa akan asalnya. Walaupun ia dibesarkan dengan
kondisi lingkungan serba mewah, dan bersama mama-papanya di Jogja. Via juga
mempunyai orang tua kedua. Hal ini terjadi karena Via ‘dijual’ oleh
mama-papanya kepada bu Leman dan Pak
Leman. Dijual disini merupakan adat dan kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun.
Jika ada anak yang sering sakit-sakitan, maka telah menjadi kebiasaan masyarakat
untuk ‘menjual’ anak mereka pada seseorang yang dianggap bisa menjadi orang tua
kedua anak tersebut dan mengganti namanya. Dan hal itu telah berlaku pada Via.
Saat ia berumur lebih kurang dua tahun, Via tidak pernah terlepas dari yang
namanya obat. Kondisi tubuhnya sangat lemah karena ia sering sakit-sakitan dan
telah bermacam perlakuan yang telah dilakukan, namun hasilnya tetap nihil.
Akhirnya, atas anjuran almarhum kakeknya, Via kemudian dijual kepada bu Leman dan
pak Leman dan namanya pun diganti dari Annisa Relya menjadi Puti Devia Annisa.
Namun, beberapa tahun kemudian Via dan kedua orang tua kandungnya harus pindah
ke Jogja karena papanya didinaskan di sana.
Tidak hanya itu, Via juga mempunyai satu
tujuan istimewa. Ia akan bertemu dengan
seorang cowok yang menjadi impiannya selama ini. Cowok itu bernama Dendi
Denola. Ia juga berasal dari Kuansing-Riau. Kak Nola, merupakan panggilan
khusus untuknya. Setiap mengingat nama itu, Via seperti disetrum aliran listrik
yang akan membuatnya semangat dalam mengerjakan tugas apa saja. Via pertama
kali bertemu dengannya saat mereka sama-sama hadir dalam acara konser di
Jakarta. Saat itu Via diganggu oleh seorang berandalan yang berusaha
mencegatnya. Saat itulah tanpa disangka Via, Nola muncul dan menolongnya. Sejak
pertemuan itu, mereka sering berkomunikasi dan akhirnya menjalin hubungan asmara.
Hal itu juga telah diketahui oleh mama-papanya Via. Dan sepertinya mama-papanya
menyetujui hubungan mereka. Maka, sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan
bersama, mereka akan bertemu di Taman Jalur Teluk Kuantan, ketika mereka
sama-sama pulang ke kampung halamannya.
***
Remang-remang cahaya kuning keemasan mulai
menembus gorden biru milik Via. Hembusan
semilir angin terdengar halus menyentuh pepohonan membuat gemerisik
dedaunan yang mulai berguguran. Deruan
beberapa kendaraan yang kadang berlalu lalang membuat suasana pagi yang semakin
lama semakin bising. Namun, Via masih terlelap dan berusaha tidak terpengaruh
dengan kesibukan dan kebisingan itu. “Via!” tiba-tiba saja mama telah membuka
gordennya dan menarik selimut Via yang
menutupi tubuhnya. “Via masih ngantuk,
ma. Huaaah…” Via pun garuk-garuk kepala
sambil terus menguap menahan kantuknya. “loh, bukannya kamu yang kangen mau
kerumah ibu dan ayah? kalau tidak, ya sudah!” jawab mamanya cuek dan berlalu
meninggalkan Via yang masih terkantuk-kantuk. “siap kapten!” lalu via pun
beranjak turun dari tempat tidurnya dan dengan tergesa-gesa masuk kedalam kamar
mandi untuk melakukan ritual setiap pagi yang biasa ia lakukan. Mamanya hanya
tersenyum melihat tingkah putri satu-satunya.
***
“subhanallah, kamu cantik sekali sayang,
ibu benar-benar tidak menyangka kalau kamu masih ingat dan mau datang ke sini.
Benarkan, yah?” ujar bu Leman dengan
perasaan sukacita atas kedatangan
via dan orang tua kandungnya. “iya. Kami
kira kamu sudah seperti kacang lupa dengaan kul…” belum sempat pak Leman
melanjutkan kalimatnya, Via telah memotong pembicaraan. “owowow, kok ayah sama
ibu bisa berpikiran buruk seperti itu sih? Pakai pribahasa lagi.” Via
memperlihatkan ekspresi tidak suka dan sok merajuk pada ayah dan ibunya
sehingga dengan ekspresi seperti itu membuat mama-papanya tertawa. “Nga,
bagaimana keadaan Deden sekarang? Saya sudah hampir lupa dengan wajahnya,
seperti apa dia sekarang? Maklumlah sudah lama tidak bertemu.” papa viapun
bertanya setelah tawanya reda. Nga adalah singkatan dari Onga yang merupakan
panggilan untuk orang yang lebih tua (sudara laki-laki). “Alhamdulillah, Deden
sekaraang kuliah di Bandung.” Jawab ayah Leman. Tiba-tiba saja via langsung
bertanya pada mamanya. “ma, Deden itu siapa?” mendengar pertanyaan itu, mama,
papa, ibu, dan ayahnyapun menahan tawa. Tapi, mereka memakluminya dan
menceritakan tentang saudaranya. Walaupun sudah diceritakan bahwa Deden itu
adalah saudara laki-lakinya, Via masih merasa bingung dan lupa. Siang hari itu,
suasana di rumah pak Leman semakin terasa ramai dengan ocehan dan celetukan Via
yang membuat semua yang ada di rumah itu tak dapat menahan tawa mereka.
***
Sinar matahari tak begitu terik, mama-papa
via pergi ke rumah pak Leman dan istrinya untuk
memastikan acara syukuran yang akan diadakaan tiga hari lagi atas
selesai diwisudanya Deden anak mereka. Namun, dengan tidak menyangka hal itu
akan terjadi, mama-papa Via bertemu dan bertatap muka dengan Deden. Sungguh
sesuatu di luar dugaan, bahwa laki-laki yang selama ini berhubungan dengan via
adalah Deden, yang tanpa disadari oleh mama-papa via yang seakan tidak lagi
mengenal wajah Deden saat kanak-kanak yang begitu berbeda jauh dengan saat ini.
Ibu dan ayah Dedenpun kaget dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka hanya diliputi kebisuan.
“Jauhi adikmu dari sekarang.” Suara serak
ayahnya membuat Deden benar-benar tidak sanggup untuk berucap, wajah yang
awalnya ceria penuh dengan senyuman kini tiba-tiba memucat dan lesu tak
bertenaga. Namun, sesuai kesepakatan, hal itu akan segera disampaikan pada Via dengan
menunggu waktu yang tepat. Melihat kenyataan yang ada, tulang dan persendiannya
semakin melemah. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan di depan Via esoknya.
Harapan yang ingin ia capai dan perjuangan selama ini akan hancur dalam satu
kedipan mata.
***
Via sangat bahagia bias bertemu dengan Nola.
Namun, Melihat ekspresi yang berbeda pada diri Nola, Via merasa ada sesuatu
yang mungkin mengganggunya. Iapun bertanya dengan sangat hati-hati kalau
perkataannya bias menyakiti perasaan Nola. “kak, apakah kak Nola sakit? Lebih
baik kita ke dokter sekarang ya, kak?” Namun, setiap pertanyaan yang
dilontarkan Via, Nola hanya bisa menggeleng lemah tanpa banyak bicara. Mendengar
suara itu saja, Nola seperti dibelai semilir angin yang menggoyangkan
rambutnya. Namun, ia sadar bahwa sebentar lagi suara itu akan berubah dan akan
pudar dalam ingatannya.
Setelah pertemuan singkat yang dirasa cukup
untuk melepas rindu, Via pun pulang dengan seribu tanda tanya. Nola masih tetap
mematung tanpa ekspresi yang semakin membuat via merasa bersalah.
***
Ketika sang senja mulai beranjak ke
peraduannya, semilir sang bayu mulai membelai tubuh via, entah kenapa tiba-tiba
saja ia ingin ke rumah ayah dan ibunya sambil sesekali mencari udara segar dan
untuk menenangkan pikirannya.
Saat via sudah berada di depan pintu rumah
dan mengucapkan salam, namun tidak terdengar sahutan ataupun suara dari dalam,
iapun bergegas masuk. Ketika mendekati ruangan keluarga, sayup-sayup ia
mendengar orang yang sedang bercakap-cakap. Ternyata, yang ada di ruangan
tersebut adalah mama-papanya, Nola, ibu dan ayahnya. Mengapa Kak Nola bisa
berada di sini? Kenapa mereka semua kelihatan sangat akrab? Apakah?
Satu-persatu pertanyan itu muncul dari benak Via. Dengan keberanian yang ia
miliki, viapun menguping pembicaraan tersebut.
Dug! Denyut nadi Via seakan berhenti saat ia
mendengar kata-kata dari kedua orang tuanya. Apakah itu benar? Mengapa aku
harus dilarang berhubungan dengan kak Nola? Mengapa? Letupan antara marah dan
sedih datang bertubi-tubi dalam pikiran via. Mengapa awal pertemuan dengan Nola
ia tidak menyadari akan keganjalan hal itu? Padahal ia seakan-akan telah
mengenal siapa lelaki yang telah menolongnya, bagaimana cara berbicaranya, dan tatapan
lembut matanya, dan dia yang selalu menenangkan pikiran dikala gundah.
Via benar-benar tidak sanggup menerima
semua kenyataan ini. Ia benar-benar ingin lari dari masalah yang takkan
berujung. Ketika ia mulai mundur melangkah, tiba-tiba tanpa sengaja, tangannya
menyentuh sebuah boneka keramik di atas sebuah meja hias di sampingnya, dan
boneka itu jatuh dan hancur menjadi serpihan-serpihan tanah liat yang sudah
kering. Mama, papa, ayah, ibu, dan Nola menyaksikan hal itu. Viapun segera
bergegas pergi dengan terus berlari. Nola mencoba memanggil dan mengejarnya.
Namun, Via tetap berlari dan berlari, seakan ia merasa tidak ada gunanya lagi ia
hidup. Tiba-tiba saja rintik-rintik
hujan mulai turun. Mendung yang sedari tadi menggelayut, kini mulai memuntahkan
isinya. Angin terus bertiup kencang, menerbangkan daun-daun yang berguguran,
menandakan hujan akan semakin lebat. Dinginnya air hujan rupanya tak mampu
mendinginkan panasnya hati Via, dan dingin yang menusuk tulang tak lagi terasa.
Air hujan menyatu dengan air mata yang membasahi pipinya, ia tak tahu harus
kemana untuk menumpahkan air mata dan sejuta sesal dihatinya saat ini. Siapa
lagi yang saat ini mau mendengarkan ceritanya? Ia hanya ingin terus berlari
menjauhi cinta yang sebenarnya di balik tirai jendela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar